Sukses

Perluas Jangkauan, DBS Salurkan Kredit ke UMKM

DBS Bank Ltd (DBS) dan Bank DBS Indonesia bekerja sama dengan KreditPro (PT. Tri Digi Fin), sebuah platform pendanaan digital bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia, menyediakan pembiayaan untuk rantai pasok (supply chain financing).

Liputan6.com, Jakarta DBS Bank Ltd (DBS) dan Bank DBS Indonesia bekerja sama dengan KreditPro (PT. Tri Digi Fin), sebuah platform pendanaan digital bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia, menyediakan pembiayaan untuk rantai pasok (supply chain financing).

DBS berperan sebagai pemberi pinjaman institusi (institutional lender), di mana dana pinjaman disalurkan kepada UMKM yang tergabung di KreditPro. Kerja sama ini merealisasikan aspirasi DBS dalam menjangkau segmen UMKM.

“Kerja sama dengan KreditPro ini memberikan kami kesempatan untuk berpartisipasi secara aktif terhadap pertumbuhan pembiayaan B2B berbasis ekosistem di Indonesia. Di Bank DBS Indonesia, kami memastikan agar para nasabah dapat fokus menumbuhkembangkan bisnis dengan kapabilitas digital kami yang menyeluruh," ungkap Direktur Institutional Banking Group PT Bank DBS Indonesia Kunardy Lie dalam keterangan tertulis, Rabu (15/2/2023).

KreditPro adalah platform penyedia layanan pembiayaan rantai pasok yang merupakan bagian dari DigiAsia, perusahaan teknologi finansial (tekfin) bagi business to business (B2B) di Indonesia. DigiAsia senantiasa berinovasi untuk memberikan kemudahan akses atas produk-produk finansial yang terjangkau, terlepas dari besaran usaha, infrastruktur, maupun literasi digital para pelakunya. 

“Kami merasa terhormat dan antusias atas kerja sama yang terjalin dengan DBS. Kami sangat percaya kerja sama ini akan memberikan dampak positif dan keuntungan kepada sektor UMKM di Indonesia," tutur Co-founder DigiAsia Bios Prashant Gokarn.

Untuk mewujudnyatakan misi DigiAsia, KreditPro hadir memberikan pembiayaan rantai pasok bagi berbagai value-chain, mulai dari usaha kecil (warung), wholesaler (grosir), hingga tingkat distributor. Dalam menjalankan hal tersebut, saat ini KreditPro berfokus pada industri fast-moving consumer goods (FMCG), telekomunikasi, dan sektor agribisnis, serta berencana untuk merambah ke sektor lainnya ke depan.

“Sebagai perusahaan yang terafiliasi dengan DigiAsia Bios, KreditPro dengan bangga menyampaikan kemitraan terbarunya bersama DBS. Kerja sama ini akan semakin menguatkan misi kami dalam mendukung transformasi keuangan mitra-mitra kami di era digital ini dengan biaya terjangkau melalui beragam produk finansial untuk mass-market.” ungkap Co-founder DigiAsia Bios dan Komisaris Utama KreditPro Alexander Rusli.

 

 

 

2 dari 4 halaman

Jadi Peluang

Sementara itu, Vice President KreditPro Rizky Jonathan menambahkan, Kerja sama dengan DBS akan menjadi peluang yang sangat baik untuk memperluas jangkauannya kepada komunitas pelaku usaha yang membutuhkan dukungan keuangan.

Sebagai salah satu bank terbesar di Asia, DBS menjadikan Indonesia sebagai salah satu pasar utama dalam pertumbuhan bisnisnya. DBS berupaya mendorong inklusi keuangan di Indonesia bahkan untuk usaha terkecil sekalipun, dan pembiayaan rantai pasok melalui pinjaman produktif, dengan pendekatan biaya dan risiko yang rendah.

Melalui kerja sama antara DBS dan KreditPro ini, para pelaku usaha yang menggunakan produk DigiAsia akan memperoleh akses pembiayaan dari DBS. Untuk langkah awal, kerja sama ini akan fokus pada ekosistem industri FMCG.

Pembiayaan akan tersedia secara mudah dan cepat berdasarkan atas analisis pembayaran dan rekam jejak para pelaku usaha dalam ekosistem DigiAsia. Layanan pembiayaan ini tersedia dengan biaya dan alur transaksi yang transparan didukung oleh sistem closed-wallet dari DigiAsia.

"Melalui kerja sama dengan KreditPro, DBS berencana untuk menyediakan dukungan terhadap ekosistem nasabah korporasi besar kami melalui pembiayaan atas rantai pasok mereka dengan para pelaku UMKM yang termasuk di dalamnya. Usaha bersama ini sejalan dengan strategi kami untuk mewujudkan solusi saling menguntungkan, juga solusi embedded digital financing di berbagai industri demi meningkatkan ketahanan ekosistem bisnis dan rantai pasok," tutup Group Head IBG Ecosystem Bank DBS Abdul Raof Latiff.

3 dari 4 halaman

Penyaluran Kredit UMKM Indonesia Terendah di ASEAN

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut realisasi penyaluran kredit UMKM di Indonesia sangat rendah. Bahkan lebih rendah diantara negara-negara anggota ASEAN.

"Indonesia dibandingkan negara-negara ASEAN atau negara lain memang pangsa kredit UMKM di dalam total perbankan kita itu termasuk yang paling kecil hanya 20 persen," tutur Sri Mulyani dalam acara Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kadin 2022 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Jumat (2/12).

Sri Mulyani menyebut penyaluran kredit perbankan untuk UMKM tahun ini baru mencapai 21 persen. Angka ini lebih baik dari sebelumnya yang hanya 19 persen.

Dari sisi debitur, total kredit UMKM hanya 1.275 debitur. Sedangkan total kredit perbankan secara keseluruhan telah mencapai 5.981 debitur. Makanya, tahun depan Presiden Joko Widodo ingin realisasi penyaluran kredit ke UMKM meningkat hingga 30 persen dari total kredit perbankan.

"Kepada UMKM bapak presiden meminta 30 persen dan sekarang ini terjadi kenaikan mencapai 21 dari tadinya hanya 19 persen," tuturnya.

Sri Mulyani menekankan, target ini harus bisa direalisasikan. Mengingat ada negara lain yang mampu memberikan kredit kepada UMKM hingga 60 persen dari total debiturnya.

"Nah untuk itu pemerintah memberikan berbagai instrumen termasuk subsidi suku bunga terjadap kredit usaha rakyat. Kalau kita lihat kredit UMKM mayoritas atau dalam hal ini terbagi cukup merata antara kelompokok menengah, mikro, dan kecil," kata dia.

Meski begitu dia menyadari sektor UMKM di Indonesia masih didominasi perdagangan. Berbeda dengan negara lain, UMKM-nya sudah masuk di sektor industri.

"Kalau negara negara yang sudah industrialisasinya matang, UMKM adalah lebih ke produksi dan mereka cukup efisien. Ini adalah tantangan transformasi ekonomi yang harus kita upayakan," pungkasnya.

4 dari 4 halaman

Mendag: Tanpa UMKM, Indonesia Sulit jadi Negara Maju

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menuturkan pertumbuhan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sangat berpengaruh terhadap perekonomian negara. Dia pun mengajak para pebisnis lokal untuk mengembangkan usahanya melalui platform digital.

"Tanpa UMKM tumbuh, kita akan sulit menjadi negara maju," katanya dalam acara Indonesia Digital Economy Conference di Jakarta, Selasa (29/11/2022).

Zulhas melihat UMKM di Indonesia tidak kalah bersaing dengan produk luar negeri. Sehingga, dia mengajak marketplace seperti Lazada untuk berpartisipasi membawa produk UMKM ke pasar global.

Dalam laporan e-Conomy SEA 2022, ekonomi digital Indonesia diproyeksikan akan mencapai Gross Merchandise Value (GMV) senilai USD 77 miliar pada tahun 2022.

Sampai 2050, dia menyebut ekonomi digital diproyeksikan mencapai USD 130 miliar, tumbuh dengan Compound Annual Growth Rate (CAGR) sebesar 19 persen. Kemudian, hingga 2030 diperkirakan akan tumbuh lebih dari tiga kali lipat di kisaran USD 220 sampai USD 360 miliar.

Dia juga mengaku optimistis perekonomian digital Indonesia akan lebih baik meski ada prediksi resesi dunia terjadi tahun depan. Dia mengajak semua pihak untuk berkolaborasi agar perekonomian digital di Tanah Air tetap positif.

"Bisnis digital jika kita perhatikan dalam waktu belakangan memang mengalami penurunan sedikit, tapi sedikit saja. Tidak usah khawatir karena tahun depan saya optimis ekonomi Indonesia akan tumbuh lebih baik meski ada prediksi resesi," ujar Zulhas.

Zulhas menyampaikan optimismenya tak lepas dari kinerja perdagangan selama tahun 2022 yang memperlihatkan tren positif. Hingga akhir tahun ini, dia menyebut transaksi perdagangan mengalami surplus.

Ketua Umum PAN ini juga membeberkan Indonesia terus memperluas cakupan penetrasi ke pasar-pasar baru seperti Afrika, Timur Tengah, dan Asia Selatan.

Terbaru, Indonesia telah memiliki sejumlah perjanjian perdagangan bilateral dengan negara nontradisional lainnya, yaitu Indonesia-Chile Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA), Indonesia-Mozambique Preferential Trade Agreement (PTA), dan Indonesia-Pakistan PTA.